Archive for the ‘Religi’ Category

Perbedaan Ikhlas dan Pamrih

Posted: September 25, 2010 in Religi

Salah satu akhlak tertinggi di dalam agama Islam adalah IKHLAS. Lawannya, PAMRIH. Kenapa Islam mengajarkan keikhlasan? Karena, Allah menghendaki umat Islam menjalani agamanya ‘tanpa pamrih’. Semua aktivitas hidupnya dilakukan lillahi ta’ala ~ ‘karena Allah semata’.

Bersyahadatnya, karena Allah. Shalatnya, karena Allah. Puasanya karena Allah. Zakatnya karena Allah. Dan hajinya pun karena Allah. Demikian pula ketika menolong orang, menuntut ilmu, bekerja, menjadi pejabat, menjadi ustadz dan ustadzah, menjadi hakim, jaksa, polisi, profesional, dan apa pun aktivitasnya, semua dijadikan sebagai proses belajar IKHLAS dalam mengagungkan Allah semata.

Lantas, bagaimanakah membedakan ibadah yang ikhlas dan ibadah yang penuh pamrih? Pada dasarnya: Orang yang ikhlas, menjalankan agama KARENA ALLAH semata. Sedangkan orang yang pamrih, melakukan ibadah karena ingin memperoleh sesuatu untuk keuntungan DIRINYA. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

  1. Orang yang ikhlas meniatkan shalatnya karena Allah semata, persis seperti doa iftitah yang dibacanya: ’’inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin ~ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata.’’ Sedangkan orang yang pamrih, meniatkan shalatnya untuk mengejar pahala 1x, 27x, 1000x, dan 100.000x. Ada juga yang melakukan shalat Dhuha karena ingin memperbanyak rezeki. Atau shalat tahajud agar punya karomah. Dan lain sebagainya.
  2. Orang yang ikhlas, menjalankan puasanya karena taat kepada Allah semata. Karena dengan puasa itu ia akan menjadi jiwa yang lebih suci, sehingga lebih mudah mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan yang pamrih, melakukan puasa karena tujuan-tujuan yang selain mendekatkan diri kepada Allah. Misalnya, ada orang berpuasa agar lulus ujian, agar mendapat jodoh, agar langsing, agar sehat, agar sakti, dlsb. Padahal, semua itu hanya ’dampak’ saja dari ibadah puasa. Tidak usah dipikirkan dan apalagi dijadikan tujuan. Kalau puasanya ’karena Allah’ semata, PASTI semua dampak positip itu akan datang dengan sendirinya.
  3. Orang ikhlas menunaikan zakat dan shodaqohnya karena ingin menolong orang lain, meniru Sifat Allah yang Maha Pemurah. Tetapi, orang yang pamrih mengeluarkan zakat dan sedekah karena ingin dipuji orang, untuk memunculkan rasa bangga di dalam hatinya karena bisa menolong orang, atau yang lebih parah lagi adalah berharap balasan pahala sampai 700 kali dari nominal yang dikeluarkannya. Jadi, ketika dia mengeluarkan uang Rp 1 juta, yang ada di benaknya adalah berharap mendapat BALASAN Rp 700 juta. Berdagang dengan Allah..!
  4. Orang ikhlas menunaikan haji dan umrohnya, karena ingin memperoleh pelajaran berkorban, bersabar, keikhlasan, dan ketaatan, dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan yang pamrih, ingin sekedar BERDARMA WISATA, meskipun diembel-embeli dengan kata RUHANI. Bahkan saat haji banyak orang yang meniatkan hajinya sekedar pada titel HAJI, atau penampilan berkopiah haji, panggilan ’Wak Haji’, dan kemudian membeli sertifikat haji dengan mengubah namanya. Dia berhaji bukan karena Allah, tetapi karena segala macam tujuan selain Allah.
  5. Orang ikhlas mengorientasikan seluruh ibadahnya untuk MENCINTAI ALLAH, dan merendahkan ego serendah-rendahnya sebagai manifestasi syahadatnya: laa ilaaha illallah ~ tiada Tuhan selain Allah. Tetapi orang-orang yang pamrih mengorientasikan ibadahnya untuk mengejar SURGA, sehingga tanpa terasa ia meninggikan egonya, dan mengesampingkan Allah sebagai fokus ibadahnya. Allah bukan tujuan hidupnya. Tuhannya sebenarnya bukanlah Allah, melainkan Surga. Karena, ternyata, imajinasi kebahagiaanya bukan saat dekat dengan Allah, melainkan berada di dalam surga. Yang demikian ini, justru tidak akan mengantarkannya ke surga. Karena surga itu hanya disediakan bagi orang-orang yang mengarahkan seluruh kecintaannya hanya kepada Allah semata. Dan itu tecermin dalam doanya: Allahumma antasalam, waminka salam … ~ Ya Allah, Engkaulah Kebahagiaan dan Kedamaian Sejati, dan dari-Mu-lah bersumber segala kabahagiaan

Maka, kawan-kawan, marilah kita belajar menjalani seluruh aktivitas kehidupan kita ini dengan IKHLAS. Bukan ikhlas yang diikhlas-ikhlaskan, atau terpaksa ikhlas, melainkan IKHLAS yang dilambari oleh KEPAHAMAN tentang substansi apa yang akan kita lakukan. Semakin paham Anda terhadap apa yang akan Anda lakukan, semakin ikhlas pula anda menjalaninya. Sebaliknya, semakin tidak paham, maka semakin tidak ikhlas pula hati Anda dalam menjalaninya. Terpaksa Ikhlas, karena takut masuk neraka dan tidak memperoleh surga…

Betapa sayangnya, di dunia merasa tersiksa karena TERPAKSA mengikhlaskan ibadahnya, sedangkan di akhirat juga tidak memperoleh buah perbuatannya, karena ia tidak mendasarkan ibadahnya lillahi ta’ala. Surga yang digambarkan sebagai taman-taman yang indah dengan mata air-mata air itu tidak memberikan dampak kenikmatan baginya, karena sesungguhnya keindahan itu dikarenakan KECINTAAN kepada Sang Maha Indah. Mirip dengan orang yang menginap di hotel bintang lima, tetapi hatinya tidak bisa menikmati dikarenakan ia datang kesana dengan TERPAKSA …

QS. Yunus (10): 105

Dan HADAPKAN-lah wajahmu (orientasi hidupmu) kepada agama dengan TULUS dan IKHLAS dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik (menduakan Allah sebagai tujuan hidup).

QS. Al A’raaf (7): 29

… Dan LURUSKANLAH wajahmu di setiap shalat dan sembahlah ALLAH dengan MENGIKHLASKAN ketaatanmu kepada-Nya…

QS. An Nisaa’ (4): 125

Dan siapakah yang LEBIH BAIK agamanya daripada orang yang IKHLAS menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun MENGERJAKAN kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim (dan orang-orang yang mengikuti ajarannya) menjadi KESAYANGAN Allah.

Wallahu a’lam bishshawab

~ salam ~

sumber: catatan agus mustofa

Tahukah Anda, apa beda orang yang melakukan proses BERAGAMA dibandingkan dengan sekedar BERILMU AGAMA? Yang paling mendasar adalah: orang-orang yang melakukan proses ’beragama’ akan mengalami perubahan AKHLAK menjadi lebih baik. Sedangkan yang melakukan proses ’berilmu agama’ hanya sekedar ’MENGETAHUI’ untuk memperoleh akhlak yang lebih baik.

Diantara tanda-tandanya adalah sebagai berikut:

  1. Orang yang ’beragama’ akan MENERAPKAN setiap petunjuk Allah dan Rasul-Nya dalam aktivitas sehari-harinya. Sedangkan yang ’berilmu agama’, hanya untuk memperoleh pengetahuan dan bergaya SOK PINTAR. Atau lulus ujian 😦
  2. Orang yang ’beragama’ mengorientasikan ilmunya untuk mengubah PERILAKU, sedangkan yang ’berilmu agama’ untuk pamer hafalan Qur’an dan Hadits, dan memperoleh PENGAKUAN akan kehebatannya. Sehingga ketika Allah dan Rasul-Nya mengajari untuk ’JANGAN BERKATA KASAR’ misalnya, QS. 3: 159, dia mengatakan bahwa dia hafal ayat itu, sambil tetap berkata-kata kasar kepada siapa saja dengan pilihan kata yang menyakitkan orang-orang yang mendengarnya.
  3. Orang yang ’beragama’ menggunakan ilmunya untuk MENASEHATI orang-orang di sekitarnya dengan SEJUK, sedangkan yang ’berilmu agama’ mendatangi tetangga-tetangganya untuk MENANTANG BERDEBAT sambil menuding-nuding orang lain SALAH SEMUA, dan dirinyalah yang paling benar.
  4. Orang ’beragama’ menyikapi dengan TENANG atas berbagai perbedaan yang ada, karena memang itulah fitrah makhluk Allah: TIDAK ADA yang SAMA. Tetapi, orang yang ’berilmu agama’ menanggapinya dengan MENCAK-MENCAK, dan memaksa semua orang harus sama dengannya. Sementara Rasulullah SAW pun tidak pernah memaksa para sahabatnya untuk MENJIPLAK dirinya. Abu Bakar, Umar, Usman & Ali misalnya, tetap saja adalah pribadi-pribadi yang BERBEDA.
  5. Orang yang ’beragama’ tidak berani melakukan KLAIM kebenaran, karena kebenaran itu memang hanya milik Allah, QS. 16: 125, selebihnya relatif sebagai UPAYA untuk mendekatkan diri kepada SANG MAHA BENAR sambil memohon bimbingan-Nya, sebaliknya orang yang sekedar ’berilmu agama’ selalu melakukan klaim-klaim kebenaran berdasar ’kehebatannya’ tanpa mau mendengarkan pendapat orang lain. Bahkan SUUDHON dengan mengatakan pendapat orang lain tidak berdasar al Qur’an, tidak valid, belum pernah diuji dan tidak pernah sekalipun didiskusikan. Sebuah kesimpulan yang ceroboh, dikarenakan hati yang EMOSIONAL.

Kawan-kawan, saya kira kita sepakat, bahwa kita sedang berproses untuk BERAGAMA bukan hanya sekedar ’berilmu agama’. Ilmu yang kita dapatkan bukan digunakan untuk BERDEBAT mencari kalah/ menang, tetapi untuk berproses memperbaiki AKHLAK yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan MENTAUHIDKAN Allah semata.

Sebuah ’kontroversi’ kadang diperlukan untuk MEMBANGUNKAN umat yang sudah telanjur ’TIDUR’ lama, dan MERASA dirinya sudah HEBAT dan BENAR. Padahal umat Islam yang dulu TELADAN itu kini sedang dalam kondisi MEMPRIHATINKAN di semua lini kehidupannya. Sebab utamanya adalah: kebanyakan kita tidak berproses untuk BERAGAMA melainkan sekedar BERILMU AGAMA.

Ilmu yang kita peroleh juga bukan untuk digunakan menuding-nuding orang lain yang berbeda dengan kita sambil menyebar VIRUS PERTENGKARAN, melainkan digunakan untuk MELEMBUTKAN HATI kita bersama dan membangun PERSAUDARAAN menuju kepada Allah Sang Maha Lembut.

Karena, Allah sungguh ’tidak suka’ kepada orang yang belajar agama hanya untuk pamer ilmu dan kesombongan, tanpa bisa mengubah akhlak kesehariannya. Kata Allah seperti keledai yang membawa kitab-kitab di punggungnya.

QS. Luqman (31): 19

Dan SEDERHANALAH kamu dalam berjalan dan LUNAKKAN SUARAMU. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

QS. Al Jumuah (62): 5

PERUMPAMAAN orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya (tidak mengamalkan) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal…

QS. Ash Shaff (61): 2

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu MENGATAKAN apa yang tidak kamu PERBUAT?

QS. Al Baqarah (2): 44

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan DIRIMU SENDIRI, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?

sumber: catatan agus mustofa